Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional menggelar Webinar Series 4. Tema yang diangkat adalah “Tantangan Perekonomian Menghadapi New Normal di Indonesia.”
Kegiatan ini digelar hari Rabu (02/09/2020), dengan narasumber Dr. Tauhid Ahmad (Direktur Indef), Kumba Digdowiseiso, M.App., Ec, Ph.D (dosen FEB Universitas Nasional), Dr. Sufyati HS, S.E., M.M. (dosen FEB Universitas Nasional), Atsari Sujud, S.E., M.M. (dosen FEB Universitas Nasional).
Webinar series 4 ini, dibuka oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unas, Dr. Suryono Efendi, SE.,MM. Selain itu, hadir pula Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt menyampaikan bahwa kegiatan webinar ini sebenarnya merupakan terobosan yang positif di tengah situasi pandemi. Hal ini semakin produktif, karena sebelumnya Unas sendiri sudah melakukan berbagai kegiatan akademis yang dalam pelaksanaannya banyak menggunakan teknologi informasi sebagai perangkat utama.
“Karena itu, nanti Insya Allah setelah pandemi ini berakhir, penggunaan perangkat teknologi informasi ini harus tetap ditingkatkan. Karena, hal ini sangat membantu berbagai aktivitas pendidikan kita,” katanya.
Terkait dengan tema dan narasumber dalam webinar, Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt. menyampaikan bahwa saat ini kondisi di seluruh dunia hampir mengalami situasi yang sama, yaitu menghadapi pandemi Covid-19 dengan berbagai implikasinya.
“Memang, yang sedang menjadi perhatian adalah sektor perekonomian yang mengalami kelambatan pertumbuhan. Namun, menurut saya pribadi, apapun nanti yang akan menjadi solusi, prioritas yang harus kita utamakan adalah faktor kesehatan,” kata Prof Ernawati.
Karena itu dalam pidato pembukaannya tersebut, Prof Ernawati berharap para narasumber dan peserta yang hadir bisa menemukan terobosan atau solusi yang terbaik untuk menghadapi situasi pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, dalam sesi diskusi yang dipandu moderator Dita Nurul Aini MD, S.E., M.E. para pembicara secara umum menyampaikan bahwa situasi perekonomian nasional Indonesia berada pada kondisi yang turun dan mengalami kelambatan. Terutama di beberapa sektor riil.
Dr. Tauhid Ahmad, Direktur Indef mengungkapkan bahwa selama tiga triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berada posisi minus. “Walaupun pemerintah belum menyebut adanya resesi, tapi realitanya, kita ini sudah berada pada situasi resesi,” kata Dr Tauhid.
Situasi perekonomian ke depan sendiri, menurut Dr Tauhid masih sulit diprediksi. Karena sampai saat ini, data terkait dengan dampak Covid-19 masih cenderung mengalami kenaikan. “Kondisi pandemi ini sendiri, saat ini masih belum berada di posisi puncaknya, jadi sulit untuk memprediksi bagaimana situasi perekonomian ke depan,” katanya.
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah sendiri, termasuk pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih belum menunjukkan hasil yang efektif. “Karena itu, pemulihan ekonomi akan pada intinya akan bergantung pada bagaimana pemerintah membuat kebijakan yang efektif untuk menangani pandemi ini,” kata Dr Tauhid.
Sementara itu dosen FEB Unas, Kumba Digdowiseiso, M.App., Ec, Ph.D melihat bahwa tren ekonomi semasa pandemi, hampir di semua sektor menunjukkan penurunan. “Indonesia pada dasarnya sudah masuk ke situasi resesi tanpa perlu menunggu laporan data kuartal ketiga,” ungkap Kumba Digdowiseiso.
Karena, lanjutnya, seasonal adjustment atau perkembangan data statistik telah menunjukkan posisi negatif sejak kuartal ke-4 tahun 2019.
“Nah, yang selalu menjadi pertanyaan publik saat ini adalah: apakah Indonesia akan mengalami krisis? Lebih menajam lagi, apakah krisisi itu seperti krisis 1998?” kata Kumba.
Dari analisa yang dilakukan oleh Kumba Digdowiseiso, kondisi itu masih jauh. Salah satu indikator yang disampaikan adalah NPL (Non Performing Loan). “NPL masih berada dalam rentang “cukup sehat” dan hingga akhir 2020, diprediksi di range masih 3.75 % sampai dengan 3.91 %,” katanya.
“There was no evidence of inflation, as opposed to the 1998 financial crisis,” katanya lagi.(*)