Hukum PPI dan Pascasarjana Unas Gelar Webinar Aktualisasi Islam, ke-Indonesiaan...

PPI dan Pascasarjana Unas Gelar Webinar Aktualisasi Islam, ke-Indonesiaan dan Kebangsaan

-

Pusat Pengajian Islam (PPI) dan Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional menggelar serangkaian webinar nasional. Tema yang diangkat adalah: “Aktualisasi Islam, ke-Indonesiaan, dan Kebangsaan.”

PPI Unas

Acara dilaksanakan Rabu dan Kamis (26-27/08/2020), sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia. Hadir beberapa pembicara dalam webinar tersebut: Dr. Fachruddin Mangunjaya, Prof. Maswadi Rauf, MA, Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.Hum. dan Dr. Budhy Munawar Rahman.

Dalam pandangannya, Ketua PPI Unas, Dr. Fachruddin Mangunjaya menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari peranan agama dalam sejarah. Perkembangan Indonesia merdeka juga tak terpisahkan dari pemikiran para tokoh masyarakat dalam membentuk sistem negara yang berdaulat.

“Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bagaimana Islam memberikan pengaruh untuk meletakkan prinsip dasar kebangsaan, termasuk bagaimana ideologi Pancasila menjadi dasar negara,” katanya.

Disampaikan oleh Dr. Fachruddin bahwa proses perjalanan sebuah bangsa dalam sistem yang demokratis, bukanlah sebuah perjalanan yang statis, melainkan dinamis.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk menggali nilai-nilai yang aktual. Termasuk bagaimana menggali nilai-nilai Islam, sehingga tetap selaras dengan perjalanan bangsa Indonesia menuju satu abad kemerdekaannya.

PPI Unas sendiri telah melakukan pengkajian tentang prinsip Islam yang erat kaitannya dengan prinsip berbangsa. Termasuk prinsip-prinsip yang sesuai dengan corak kehidupan masyarakat Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Sekolah Pascasarjana Unas, Prof. Maswadi Rauf, MA. mengatakan, sebagai bangsa, Indonesia telah merumuskan Pancasila sebagai dasar negeri yang digali dari nilai luhur termasuk Islam. Kini aktualisasi nilai Islam dan kebangsaan menjadi sebuah kebutuhan, sebagaimana yang dibawa dalam misi Islam sebagai agama yang universal dan membawa keberkahan bagi semua.

“Kita adalah bangsa yang paling majemuk di dunia. Dan, kita harus bisa memumpuk kehidupan berbangsa dan bernegara, walaupun ada perbedaan dalam banyak hal. Saya harap kita bisa menghasilkan temuan-temuan dalam perpaduan Islam dan kebangsaan. Karena akan bermanfaat di kehidupan bernegara yang akan datang,” jelasnya.

PPI Unas
Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.Hum.

Dalam presentasinya, ahli Hukum Tata Negara, Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.Hum. mengatakan, makna Pancasila pada tingkat higher stage harus dipahami dalam satu kesatuan utuh. Yaitu dalam proses kristalisasi Pancasila, yang dimulai sejak perdebatan di BPUPKI, pidato Soekarno 1 Juni 1945, Piagam Jakarta, Keputusan PPKI 18 Agustus 1945 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

“Kesimpulannya, substansi demokrasi adalah majority rule. Sepanjang proses demokrasi konstitusional dihormati, kekuatan mayoritas umat Islam di Indonesia adalah fakta yang terus akan mewarnai kebijakan negara ke depan. Kecuali, pemaksaan kehendak dalam putusan politik tanpa memperhatikan suara rakyat, ketegangan negara dan Islam tidak bisa dihindari,” jelasnya.

Di sisi yang lain, ilmuwan Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini mengatakan, dalam praktik kenegaraan masa kini, hubungan antara agama dan negara dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yakni integrated, intersectional, dan sekularistik.

“Demi membangun persatuan bangsa Indonesia, kelompok Islam dan kelompok nasionalis melakukan kompromi dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, yang selanjutnya disebut sebagai kesepakatan atau konsensus nasional tentang ideologi negara,” jelasnya dalam paparan mengenai Aktualisasi Islam dalam Konteks Ideologi Pancasila.

Sementara itu, ilmuwan Islamologi Universitas Paramadina, Dr. Budhy Munawar Rahman menjelaskan mengenai visi Islam inklusif dan pemahaman kebangsaan menurut Nurcholish Madjid yang memiliki pandangan besar mengenai Islam di Indonesia.

“Perkembangan Islam dan pemikiran Islam di Indonesia tidak terlepas dari sosok Pak Nurcholish. Walaupun siapa saja bisa mengkritik pemikirannya, kita menngakui bahwa pemikiran Pak Nur punya kontribusi yang besar untuk perkembangan Islam di indonesia,” katanya.

Menurut Dr. Budhy, sumbangsih Nurcholish dalam pemikiran Islam sudah diakui di kalangan intelektual dan akademik nasional maupun internasional.

Pada sesi kedua, sosiolog Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. Elly Malihah, M.Si. mengatakan, kajian tentang Islam, Pancasila, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah hal yang penting. Sebab hal ini dapat memperkokoh persatuan bangsa, seperti toleransi dan kebersamaan, serta memperkuat pemahaman Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.

“Kita juga bisa menerima keberagaman sebagai sunatullah dan sebagai takdir sosial. Memahami keanekaragaman praktik dan ajaran Islam di tengah kebhinnekaan. Selain itu juga memiliki kesadaran memberi dan menerima seluruh elemen bangsa yang majemuk, masing-masing merajut kebhinnekaan dan kemudian menjadikannya sebagai semangat nasionalisme yang kokoh,” ujarnya.

Sejarawan Universitas Indonesia Prof. Dr. Susanto Zuhdi juga mengatakan, Indonesia adalah bangsa baru yang dibangun dan dibentuk dari ratusan suku bangsa dengan latar belakang tradisi kebudayaan dan bahkan sejarah yang berbeda.

“Indonesia juga merupakan negara yang masih berproses menjadi, membentuk, dan memperteguh identitas secara dinamis. Sebagai konsekuensi tak terhindarkan dari interaksi masyarakat kepulauan, melalui jaringan maritim, masuk, dan berkembanglah nilai-nilai kebudayaan dan agama luar. Seperti India Hindu-Budha, Cina Konghucu, Arab Islam, Eropa Kristen Protestan dan Katolik, dan sebagainya,” tuturnya.

Sebagai pembicara terakhir, ilmuwan Politik Unas, Assc. Prof. Dr. Firdaus Syam, M.A. mengatakan, secara teoritis aktualisasi Islam dalam NKRI melingkupi tiga hal, yakni: pertama, Islam yang dimaknai menelusuri berbagai nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran, serta terelaborasikan dalam konteks perwujudan persatuan umat Islam sebagai satu NKRI.

“Kedua, peran dari umat Islam dalam merawat dan menjaga persatuan dan kesatuan di tengah arus perubahan serta perjalanan kehidupan politik bangsa Indonesia. Dan ketiga, proses penyebaran dan aktualisasi Islam di Nusantara secara umum melibatkan dinamika yakni konflik, akomodasi, dan integrasi dengan pandangan dunia, sistem, dan tradisi sosio budaya lokal,” lanjutnya.

Ia melanjutkan, komitmen bangsa Indonesia dalam ikatan NKRI merupakan keniscayaan dalam ajaran Islam. Keberagaman suku, budaya, agama, kelompok, hingga golongan kemudian bersatu sebagai suku bangsa yang besar merupakan suatu anugrah dari Yang Maha Kuasa.
“Kemajemukan, keberagaman atau kebhinekaan Bangsa Indonesia itu terkohesifitas dalam bingkai NKRI adalah keniscayaan jelas diisyaratkan dalam kitab suci Al-Quran,” tutupnya. (NIS)

info kuliah, klik https://www.unas.ac.id/

admin
Ideas, stories, thoughts

1 KOMENTAR

Komentari

Subscribe to our newsletter

Subscribe info terbaru dari UNAS Press Newsletter langsung ke inbox email

Terkini

HI UNAS dan AIHII Gelar Foreign Policy Outlook 2024

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Nasional bekerja sama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) menggelar “Foreign Policy Outlook...

Orasi Ilmiah Pengukuhan 10 Guru Besar Universitas Nasional: Mulai Dari Soal Perburuhan Hingga Pandanus Tectorius dari Jawa

  Universitas Nasional membuka tahun 2024 dengan mengukuhkan 10 Guru Besar melalui acara pengukuhan yang digelar selama dua hari berturut-turut....

Capaian Awal Tahun 2024: UNAS Raih Predikat Unggul, Kukuhkan 10 Guru Besar

Ada capaian istimewa di awal tahun 2024 yang berhasil diraih Universitas Nasional. Pertama, UNAS berhasil meraik predikat akreditasi institusi...

Featured

You might also likeRELATED
Recommended to you

%d blogger menyukai ini: