Hukum Aturan Ganjil-Genap Motor di Tengah Pandemi, Perlukah?

Aturan Ganjil-Genap Motor di Tengah Pandemi, Perlukah?

-

Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menerapkan kembali aturan ganjil-genap untuk kendaraan bermotor. Di tengah pandemi Covid-19, apakah aturan ini realistis untuk dilakukan, atau perlu kebijakan lain?

Dosen Universitas Nasional dan advokat PERADI, Dr. Mustakim, S.H., M.H. melalui keterangannya yang dirilis di Jakarta, Rabu (17/6/2020) mengungkapkan bahwa aturan tentang pembatasan ganjil-genap bagi kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Gubernur DKI No. 51 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.

Dilihat dari pertimbangannya, Peraturan Gubernur DKI tersebut diterbitkan terkait dengan penurunan jumlah kasus baru Covid-19 dan belum ditemukannya vaksin atau obat untuk Covid-19 yang membawa konsekuensi masyarakat harus hidup berdampingan dengan ancaman Covid-19.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah mengambil kebijakan dengan meniadakan pembatasan ganjil-genap di tengah Pandemi Covid-19. Waktu itu, pertimbangannya antara lain karena volume kendaraan mengalami penurunan.
Arus lalu-lintas juga lancar karena disebabkan beberapa hal, diantaranya penerapan kebijakan Work From Home (WFH), Pendidikan Jarak Jauh secara online bagi lembaga Pendidikan mulai tingkat dasar sampai Perguruan Tinggi di Jakarta.

Selain itu, ada pemberlakuan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengantisipasi masyarakat akan terdampak Covid-19.

Bagi Dr. Mustakim, S.H., M.H. Pergub terkait dengan pembatasan kendaraan sepeda motor di wilayah DKI Jakarta ini menarik untuk dikaji. Kenapa?

Diungkapkan oleh Dr. Mustakim, S.H, M.H. bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan, yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 57 P/HUM/2017 yang telah menganulir Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor.

Dimana, pada intinya Putusan MA No 57 P/HUM/2017 menyatakan adanya pertentangan Pergub No. 141 Tahun 2015 dengan Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 5 dan 6 Undang undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Hal yang juga perlu dikaji lainnya di dalam pengaturan kendaraan bermotor tersebut adalah adanya pengecualian pengendalian lalu-lintas dengan sistem ganjil-genap untuk angkutan roda dua dan roda empat berbasis aplikasi.

Karena alasan ini, Dr. Mustakim, S.H, M.H. menghimbau agar penerapan ganjil-genap bagi sepeda Motor di tengah masa Covid-19 sebaiknya ditunda sampai ada kepastian berakhirnya pandemi Covid-19.

Dalam penjelasannya, Dr. Mustakim, S.H, M.H. juga mengungkapkan beberapa alasan hukum yang patut untuk dipertimbangkan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk menunda atau meniadakan terlebih dahulu penerapan ganjil-genap bagi sepeda motor. Diantaranya adalah:

  1. Aturan pembatasan sepeda motor pernah dibatalkan Mahkamah Agung.

2. Kreteria pembatasan kendaraan, khususnya ganjil-genap yang ditetapkan melalui UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 133 ayat (2) dan PP No. 32/ 2011 belum terpenuhi.

3. Tujuan pembatasan kendaraan untuk mengurangi pergerakan di jalan di saat pendemi Covid-19 sudah terpenuhi, dimana tingkat kemacetan menurun drastis dari kondisi semula sehingga pembatasan kendaraan menjadi tidak diperlukan.

4. Penerapan ganjil-genap sepeda motor berpotensi menimbulkan dampak pelanggaran PSBB, dimana orang akan menggunakan angkutan umum. Hal ini bisa menyebabkan upaya pemerintah untuk melakukan pencegahan dan penanganan Covid-19 menjadi tidak efektif.

Pengaturan lain adalah pengecualian pengendalian lalu-lintas dengan sistem ganjil-genap untuk angkutan roda dua dan roda empat berbasis aplikasi. Ketentuan ini sangat tidak memberikan kepastian dan cenderung diskrimatif.

“Jika yang dimaksud roda dua dan empat berbasis aplikasi adalah angkutan umum daring/online, maka dapat dipastikan ada kebijakan yang melanggar hukum. Dan, itu tidak hanya ada pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum (UU LLAJ), akan tetapi juga Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memberikan jawaban yang cukup jelas bahwa sepeda motor tidak dikualifikasi sebagai angkutan umum,” katanya.(*)

admin
Ideas, stories, thoughts

Komentari

Subscribe to our newsletter

Subscribe info terbaru dari UNAS Press Newsletter langsung ke inbox email

Terkini

HI UNAS dan AIHII Gelar Foreign Policy Outlook 2024

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Nasional bekerja sama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) menggelar “Foreign Policy Outlook...

Orasi Ilmiah Pengukuhan 10 Guru Besar Universitas Nasional: Mulai Dari Soal Perburuhan Hingga Pandanus Tectorius dari Jawa

  Universitas Nasional membuka tahun 2024 dengan mengukuhkan 10 Guru Besar melalui acara pengukuhan yang digelar selama dua hari berturut-turut....

Capaian Awal Tahun 2024: UNAS Raih Predikat Unggul, Kukuhkan 10 Guru Besar

Ada capaian istimewa di awal tahun 2024 yang berhasil diraih Universitas Nasional. Pertama, UNAS berhasil meraik predikat akreditasi institusi...

Featured

You might also likeRELATED
Recommended to you